Fakta Menarik di Balik Mitos Gluten
Apa itu gluten?
Gluten adalah protein lengket dan elastis yang terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum, jewawut (barley), rye, dan sedikit dalam oats. Jadi, gluten ada dalam roti, biskuit, pasta, sereal sarapan (breakfast cereal), mi, dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Beras dan jagung tidak mengandung gluten. Dalam proses pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibentuk.
Popularitas buruk diraih gluten karena ada kasus-kasus konsumsi gluten yang menimbulkan reaksi sensitivitas ketika dikonsumsi seperti alergi pada beberapa orang. Hal ini membuat banyak orang salah kaprah dan berpikir bahwa gluten harus dijauhi oleh semua orang. Sampai-sampai banyak produk makanan di pasaran mengusung klaim bebas gluten. Bahkan beberapa restoran di negara maju seperti Amerika menyediakan makanan bebas gluten di daftar menunya.
Alergi vs Intoleransi
Konsumsi gluten memang menimbulkan efek buruk pada beberapa orang yang sensitif terhadap gluten. Reaksi sensitivitas yang ditimbulkan oleh konsumsi gluten bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu alergi gluten, intoleransi gluten (penyakit seliak atau coeliac disease), dan non-coeliac gluten intolerance.
Alergi gluten
Dr Harris Steinman dari Allergy Society of South Africa’s Working Group on Childhood Asthma, Afrika Selatan, mengatakan bahwa alergi gluten atau disebut juga alergi gandum (wheat allergy) merupakan kondisi yang langka tapi bisa terjadi pada siapa pun.
Adanya kandungan protein gandum - termasuk gluten - dalam jumlah sedikit saja di dalam makanan, secara langsung akan menyebabkan timbulnya gangguan pada mereka yang sensitif, seperti gatal-gatal pada kulit dan eksim, gangguan pencernaan (kram perut, mual dan muntah), serta gangguan pernapasan. Reaksi alergi juga bisa berupa serangan asma (baker’s asthma) akibat menghirup tepung yang mengandung gluten seperti tepung terigu.
Reaksi alergi terhadap gluten biasanya muncul dalam hitungan menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi atau menghirup produk gandum. Reaksi alergi ini melibatkan antibodi IgE yang terdapat di dalam darah. Normalnya, sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari sel darah putih dan antibodi akan menyerang setiap zat asing yang memasuki tubuh yang dianggap berbahaya.
Dalam kasus alergi gluten, antibodi IgE bereaksi terhadap protein gluten yang dianggap sebagai alergen (bahan penyebab alergi). Inilah yang menimbulkan reaksi alergi. Satu-satunya cara mengatasi alergi gluten adalah dengan menjauhi semua makanan yang mengandung gluten, terutama gandum.
Intoleransi gluten
Intoleransi gluten berbeda dengan alergi gluten. Menurut Dr Widodo Judarwanto SpA, dari Children Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta, intoleransi gluten atau sering disebut penyakit seliak (coeliac disease) adalah penyakit keturunan yang bersifat permanen, dimana konsumsi gluten akan menyebabkan kerusakan usus halus sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Prevalensi penderita penyakit seliak di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tapi diduga angkanya
Masuknya gluten ke dalam saluran pencernaan akan menyebabkan reaksi autoimun (menyerang sistem kekebalan sendiri) yang merusak lapisan pelindung dinding usus. Kerusakan ini menyebabkan lapisan usus yang berjonjot-jonjot menjadi rata sehingga kurang mampu menyerap nutrisi makanan, yang akhirnya berakibat pada malnutrisi. Jika alergi gluten disebabkan oleh reaksi antibodi IgE, penyakit seliak disebabkan oleh reaksi antibodi IgA dan IgG.
Biasanya gejala penyakit seliak pada anak mulai tampak setelah anak diberi makanan tambahan yaitu sekitar usia 4-6 bulan. Bila makanan tersebut mengandung gluten, maka akan timbul keluhan berupa sulit buang air besar, diare, kembung, dan sering rewel. Beberapa anak mengalami kesulitan makan, kurang gizi, kegagalan pertumbuhan, berat badan sulit naik, nyeri perut, sering buang angin, adanya luka seperti sariawan di sekitar mulut, dan gigi keropos.
Kondisi ini juga ditandai dengan dermatitis herpetiformis (DH) yang memiliki gejala berupa munculnya bintil-bintil kemerahan yang agak nyeri dan gatal di kulit, terutama di daerah siku, lutut, dada, dan pantat.
Untuk mendiagnosa penyakit seliak, dokter akan melakukan beberapa tes, seperti tes darah dan biopsi usus halus untuk menentukan apakah benar pasienpositif menderita intoleransi gluten. Jika hasilnya positif , pasien harus melakukan diet bebas gluten (gluten-free), dengan hanya mengkonsumsi jenis makanan yang tidak mengandung gluten sama sekali.
Non-coeliac gluten intolerance
Orang yang mengalami gejala sensitivitas gluten - tapi tes penyakit seliak menunjukkan hasil negatif - dikategorikan sebagai penderita non-coeliac gluten intolerance (NCGI). Mekanismenya masih belum jelas, tetapi diperkirakan kondisi ini juga disebabkan oleh reaksi antibodi IgA dan IgG terhadap gluten.
Akibat yang ditimbulkan NCGI tidak separah alergi yang disebabkan oleh antibodi IgE yang langsung muncul sesaat setelah konsumsi gluten. Gejalanya berupa migren, merasa lemas, gangguan kulit, gangguan pencernaan seperti kembung, sembelit, dan radang usus, serta mudah marah.
Tidak seperti alergi gluten dan penyakit seliak yang harus menghindari gluten seumur hidup, kondisi ini sifatnya hanya sementara dan biasanya bisa diatasi dengan mengurangi atau menjauhi konsumsi gluten selama beberapa waktu.
Gluten & autis
Penderita autis juga disarankan untuk menjauhi konsumsi gluten. Dr Natasha Campbel McBride, ahli gizi sekaligus ahli saraf Amerika dalam bukunya Gut and Psychology Syndrome menyatakan bahwa makanan yang mengandung gluten dan kasein - protein yang terkandung dalam susu - dicurigai dapat mempengaruhi kesehatan usus pada penderita autis.
Bagi penderita autis, gluten dan kasein dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna kedua jenis protein ini. Akibatnya, protein yang tidak tercerna ini akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid atau opiate. Opioid bersifat layaknya obat-obatan seperti opium, morfin, dan heroin yang bekerja sebagai toksin (racun) yang dapat mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas, serta menimbulkan gangguan perilaku.
The Autistic Network For Dietary Intervention, Amerika, menyarankan agar penderita gangguan perilaku yang terkait dengan gangguan pencernaan seperti autis untuk menjalani diet bebas gluten dan kasein atau diet GFCF (gluten free/casein free) selama minimal 6 bulan.
Diet bebas gluten
Jika anak, keluarga, atau Anda sendiri menderita salah satu gejala sensitivitas setelah mengkonsumsi gluten, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan melakukan beberapa tes, seperti tes darah dan biopsi usus halus untuk mendiagnosa apakah benar Andapositif menderita sensitivitas terhadap gluten. Jika hasil tes positif, selanjutnya dilakukan diet bebas gluten di bawah pengawasan dokter dan ahli gizi.
Diet bebas gluten harus dijalani dengan disiplin. Semua makanan yang dikonsumsi harus bebas dari gluten. Jadi, segala jenis makanan yang terbuat dari gandum dan tepung terigu harus dicoret dari daftar belanja. Saat memilih makanan, pastikan untuk membaca label makanan. Cek apakah benar produk makanan tersebut sama sekali tidak mengandung gluten.
Untuk membuat kue dan cake, Anda bisa mengganti tepung terigu dengan tepung bebas gluten (gluten-free), seperti tepung beras, tepung kedelai, tepung maizena (pati jagung), tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung garut (arrowroot flour). Saat ini juga sudah dijual tepung campuran bebas gluten atau gluten free flour mix (GF flour mix). GF flour mix merupakan produk campuran tepung yang telah dimodifikasi sehingga dapat menghasilkan biskuit yang enak dengan rasa yang tidak kalah dengan tepung bergluten. Campu
Tidak semua orang perlu menjauhinya
Dengan sejumlah masalah yang ditimbulkan gluten, apakah gluten perlu dihindari oleh semua orang? Jawabannya: tidak. Orang normal yang tidak menderita alergi gluten, penyakit seliak, ataupun autis tidak perlu menjauhi gluten. Bagaimanapun gluten merupakan jenis protein yang juga dibutuhkan oleh tubuh. Serealia yang mengandung gluten juga kaya akan enzim, vitamin, mineral, dan antioksidan yang notabene sangat dibutuhkan tubuh. Maka tak ada alasan untuk menjauhi roti gandum utuh dan oatmeal bila Anda bukan pe
Pelaksanaan diet bebas gluten yang tidak tepat justru dapat menyebabkan defisiensi mikronutrisi seperti vitamin B1, B2, B3, asam folat, mineral besi, kalsium, selenium, magnesium, dan fosfor. Karena itu Dr Widodo, menyarankan agar selama menjalani perawatan dan diet bebas gluten, pasien juga menjalani terapi suportif seperti pemberian suplemen kalsium, besi, vitamin B, dan diet tinggi protein untuk mencegah defisiensi nutrisi.
So, mulai sekarang tak perlu takut mengkonsumsi produk gandum. Asalkan tidak menderita sensitivitas gluten, Anda bebas menyantap roti, biskuit, dan mie favorit Anda.
Gluten adalah protein lengket dan elastis yang terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum, jewawut (barley), rye, dan sedikit dalam oats. Jadi, gluten ada dalam roti, biskuit, pasta, sereal sarapan (breakfast cereal), mi, dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Beras dan jagung tidak mengandung gluten. Dalam proses pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibentuk.
Popularitas buruk diraih gluten karena ada kasus-kasus konsumsi gluten yang menimbulkan reaksi sensitivitas ketika dikonsumsi seperti alergi pada beberapa orang. Hal ini membuat banyak orang salah kaprah dan berpikir bahwa gluten harus dijauhi oleh semua orang. Sampai-sampai banyak produk makanan di pasaran mengusung klaim bebas gluten. Bahkan beberapa restoran di negara maju seperti Amerika menyediakan makanan bebas gluten di daftar menunya.
Alergi vs Intoleransi
Konsumsi gluten memang menimbulkan efek buruk pada beberapa orang yang sensitif terhadap gluten. Reaksi sensitivitas yang ditimbulkan oleh konsumsi gluten bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu alergi gluten, intoleransi gluten (penyakit seliak atau coeliac disease), dan non-coeliac gluten intolerance.
Alergi gluten
Dr Harris Steinman dari Allergy Society of South Africa’s Working Group on Childhood Asthma, Afrika Selatan, mengatakan bahwa alergi gluten atau disebut juga alergi gandum (wheat allergy) merupakan kondisi yang langka tapi bisa terjadi pada siapa pun.
Adanya kandungan protein gandum - termasuk gluten - dalam jumlah sedikit saja di dalam makanan, secara langsung akan menyebabkan timbulnya gangguan pada mereka yang sensitif, seperti gatal-gatal pada kulit dan eksim, gangguan pencernaan (kram perut, mual dan muntah), serta gangguan pernapasan. Reaksi alergi juga bisa berupa serangan asma (baker’s asthma) akibat menghirup tepung yang mengandung gluten seperti tepung terigu.
Reaksi alergi terhadap gluten biasanya muncul dalam hitungan menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi atau menghirup produk gandum. Reaksi alergi ini melibatkan antibodi IgE yang terdapat di dalam darah. Normalnya, sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari sel darah putih dan antibodi akan menyerang setiap zat asing yang memasuki tubuh yang dianggap berbahaya.
Dalam kasus alergi gluten, antibodi IgE bereaksi terhadap protein gluten yang dianggap sebagai alergen (bahan penyebab alergi). Inilah yang menimbulkan reaksi alergi. Satu-satunya cara mengatasi alergi gluten adalah dengan menjauhi semua makanan yang mengandung gluten, terutama gandum.
Intoleransi gluten
Intoleransi gluten berbeda dengan alergi gluten. Menurut Dr Widodo Judarwanto SpA, dari Children Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta, intoleransi gluten atau sering disebut penyakit seliak (coeliac disease) adalah penyakit keturunan yang bersifat permanen, dimana konsumsi gluten akan menyebabkan kerusakan usus halus sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Prevalensi penderita penyakit seliak di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tapi diduga angkanya
Masuknya gluten ke dalam saluran pencernaan akan menyebabkan reaksi autoimun (menyerang sistem kekebalan sendiri) yang merusak lapisan pelindung dinding usus. Kerusakan ini menyebabkan lapisan usus yang berjonjot-jonjot menjadi rata sehingga kurang mampu menyerap nutrisi makanan, yang akhirnya berakibat pada malnutrisi. Jika alergi gluten disebabkan oleh reaksi antibodi IgE, penyakit seliak disebabkan oleh reaksi antibodi IgA dan IgG.
Biasanya gejala penyakit seliak pada anak mulai tampak setelah anak diberi makanan tambahan yaitu sekitar usia 4-6 bulan. Bila makanan tersebut mengandung gluten, maka akan timbul keluhan berupa sulit buang air besar, diare, kembung, dan sering rewel. Beberapa anak mengalami kesulitan makan, kurang gizi, kegagalan pertumbuhan, berat badan sulit naik, nyeri perut, sering buang angin, adanya luka seperti sariawan di sekitar mulut, dan gigi keropos.
Kondisi ini juga ditandai dengan dermatitis herpetiformis (DH) yang memiliki gejala berupa munculnya bintil-bintil kemerahan yang agak nyeri dan gatal di kulit, terutama di daerah siku, lutut, dada, dan pantat.
Untuk mendiagnosa penyakit seliak, dokter akan melakukan beberapa tes, seperti tes darah dan biopsi usus halus untuk menentukan apakah benar pasienpositif menderita intoleransi gluten. Jika hasilnya positif , pasien harus melakukan diet bebas gluten (gluten-free), dengan hanya mengkonsumsi jenis makanan yang tidak mengandung gluten sama sekali.
Non-coeliac gluten intolerance
Orang yang mengalami gejala sensitivitas gluten - tapi tes penyakit seliak menunjukkan hasil negatif - dikategorikan sebagai penderita non-coeliac gluten intolerance (NCGI). Mekanismenya masih belum jelas, tetapi diperkirakan kondisi ini juga disebabkan oleh reaksi antibodi IgA dan IgG terhadap gluten.
Akibat yang ditimbulkan NCGI tidak separah alergi yang disebabkan oleh antibodi IgE yang langsung muncul sesaat setelah konsumsi gluten. Gejalanya berupa migren, merasa lemas, gangguan kulit, gangguan pencernaan seperti kembung, sembelit, dan radang usus, serta mudah marah.
Tidak seperti alergi gluten dan penyakit seliak yang harus menghindari gluten seumur hidup, kondisi ini sifatnya hanya sementara dan biasanya bisa diatasi dengan mengurangi atau menjauhi konsumsi gluten selama beberapa waktu.
Gluten & autis
Penderita autis juga disarankan untuk menjauhi konsumsi gluten. Dr Natasha Campbel McBride, ahli gizi sekaligus ahli saraf Amerika dalam bukunya Gut and Psychology Syndrome menyatakan bahwa makanan yang mengandung gluten dan kasein - protein yang terkandung dalam susu - dicurigai dapat mempengaruhi kesehatan usus pada penderita autis.
Bagi penderita autis, gluten dan kasein dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna kedua jenis protein ini. Akibatnya, protein yang tidak tercerna ini akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid atau opiate. Opioid bersifat layaknya obat-obatan seperti opium, morfin, dan heroin yang bekerja sebagai toksin (racun) yang dapat mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas, serta menimbulkan gangguan perilaku.
The Autistic Network For Dietary Intervention, Amerika, menyarankan agar penderita gangguan perilaku yang terkait dengan gangguan pencernaan seperti autis untuk menjalani diet bebas gluten dan kasein atau diet GFCF (gluten free/casein free) selama minimal 6 bulan.
Diet bebas gluten
Jika anak, keluarga, atau Anda sendiri menderita salah satu gejala sensitivitas setelah mengkonsumsi gluten, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan melakukan beberapa tes, seperti tes darah dan biopsi usus halus untuk mendiagnosa apakah benar Andapositif menderita sensitivitas terhadap gluten. Jika hasil tes positif, selanjutnya dilakukan diet bebas gluten di bawah pengawasan dokter dan ahli gizi.
Diet bebas gluten harus dijalani dengan disiplin. Semua makanan yang dikonsumsi harus bebas dari gluten. Jadi, segala jenis makanan yang terbuat dari gandum dan tepung terigu harus dicoret dari daftar belanja. Saat memilih makanan, pastikan untuk membaca label makanan. Cek apakah benar produk makanan tersebut sama sekali tidak mengandung gluten.
Untuk membuat kue dan cake, Anda bisa mengganti tepung terigu dengan tepung bebas gluten (gluten-free), seperti tepung beras, tepung kedelai, tepung maizena (pati jagung), tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung garut (arrowroot flour). Saat ini juga sudah dijual tepung campuran bebas gluten atau gluten free flour mix (GF flour mix). GF flour mix merupakan produk campuran tepung yang telah dimodifikasi sehingga dapat menghasilkan biskuit yang enak dengan rasa yang tidak kalah dengan tepung bergluten. Campu
Tidak semua orang perlu menjauhinya
Dengan sejumlah masalah yang ditimbulkan gluten, apakah gluten perlu dihindari oleh semua orang? Jawabannya: tidak. Orang normal yang tidak menderita alergi gluten, penyakit seliak, ataupun autis tidak perlu menjauhi gluten. Bagaimanapun gluten merupakan jenis protein yang juga dibutuhkan oleh tubuh. Serealia yang mengandung gluten juga kaya akan enzim, vitamin, mineral, dan antioksidan yang notabene sangat dibutuhkan tubuh. Maka tak ada alasan untuk menjauhi roti gandum utuh dan oatmeal bila Anda bukan pe
Pelaksanaan diet bebas gluten yang tidak tepat justru dapat menyebabkan defisiensi mikronutrisi seperti vitamin B1, B2, B3, asam folat, mineral besi, kalsium, selenium, magnesium, dan fosfor. Karena itu Dr Widodo, menyarankan agar selama menjalani perawatan dan diet bebas gluten, pasien juga menjalani terapi suportif seperti pemberian suplemen kalsium, besi, vitamin B, dan diet tinggi protein untuk mencegah defisiensi nutrisi.
So, mulai sekarang tak perlu takut mengkonsumsi produk gandum. Asalkan tidak menderita sensitivitas gluten, Anda bebas menyantap roti, biskuit, dan mie favorit Anda.
** Semoga Bermanfaat & Maju Terus Indonesia Ku **